Senin, 17 September 2012

Magang = Meningkatkan Skills Memasak?


Saya sedang menjalani kewajiban internship atau magang. Nah, tujuan dari magang ini dari sononya adalah meningkatkan skills sebagai dokter, melatih supaya kelak siap dilepas ke dunia kerja. Namun ternyata... Saya ditempatkan di rumah sakit yang bisa dibilang pasiennya tak banyak dan itu-itu saja (contoh: jaga UGD, pasien yang datang mayoritas diagnosanya faringitis. Hehe...). Bahkan jika dibandingkan saat saya di puskesmas sebelumnya (magang ini 4 bulan di puskesmas dan 8 bulan di rumah sakit), di rumah sakit ini jauh lebih nyantai kayak di pantai. Apalagi yang jaga di UGD berlima, shift jaganya seminggu hanya 3 kali jaga, masing-masing 12 jam. Otomatis, banyak waktu libur. Yah, sebenarnya menyenangkan jika sering liburan ada suami disini... Masalahnya suami saya terpisah dan berkunjung tak tiap hari, 1-3 bulan sekali lah. Mau jalan-jalan sama teman-teman, setelah menikah saya malas kalo liburan yang agak jauh tanpa suami. Kalau cuma dekat sih tak masalah. Jadi sering menghabiskan liburan di kontrakan saja.
Sebenarnya sejak di puskesmas pun sudah banyak waktu luang, karena meski masuk tiap hari jam kerja hanya sampai jam 12 siang. Jadilah saya mencari hiburan untuk mengisi waktu luang. Hiburan itu adalah, belajar memasak. Hehehe... Banyak alasannya. Kenapa? Disini beli makanan itu mahal jika dibanding kota tercinta saya, Jogjakarta. Harganya bisa 2-3 kali lipat. Dan ternyata, harga bahan mentahnya ga jauh beda dengan di Jogja. Ya emang lebih mahal, tapi jika beli bahan mentah dan dimasak sendiri, penghematannya cukup signifikan. Apalagi gaji atau bantuan hidup dasar (BHD) yang diberikan tidak banyak (1,2 juta per bulan), dan dirapel 3 bulan sekali. Dulu awal magang sebelum menikah, saya bertekad ingin mandiri. Setelah BHD sudah turun, tidak minta kiriman orang tua lagi. Secara, masak minta terus, mulai mandiri laah... Dah gede, malu... Setidaknya menghidupi diri sendiri, syukur-syukur jika berlebih malah ngasih ke orang tua. Maka dari itu harus terampil dalam mengatur uang. Selain alasan penghematan, saya kurang cocok dengan rasa masakan di sini. Terlalu pedas, namun bumbu lainnya kurang terasa. Sesekali tak apa sih biar tahu kuliner khas, tapi tiap harinya saya lebih suka memasak sendiri supaya bisa pas rasanya dengan selera saya. Selain itu.. Alasannya adalah belajar memasak. Secara sejak magang sudah ada rencana pernikahan, dan sekarang dah menikah dan punya suami. Harus terampil memasak dong... Meski sekarang masih tinggal terpisah, tapi kelak jika sudah berkumpul, target saya adalah bisa memasak makanan dengan lezat supaya suami makin sayaaang... Kan cinta itu dari perut turun ke hati. Hehehe...

Dan kini... Meski dah menikah dan mendapat nafkah dari suami sehingga sebenarnya gak perlu takut beli lauk tiap hari, tapi memasak sudah jadi rutinitas bagi saya. Rasanya kalo gak masak jadi gimana... Gitu. Kecuali jika habis jaga dan kecapekan, itu baru beli lauk. BHD sejak 3 bulan pertama pun masih utuh tak tersentuh di rekening tabungan, dan kini sudah turun BHD 3 bulan ke depan. Bulan pertama magang, sebelum BHD turun kan masih dikirim ortu. Meski ortu bilang kalau kurang tinggal menghubungi supaya dikirim lagi, tapi saya bertekad mencukup-cukupkan dari kiriman ortu itu. Gak enak minta dikirim terus. Sebulan magang, saya dah nikah. Setelah BHD turun, dah dikirim suami. Uang dari suami pun belum habis. Saking ngiritnya euy... 

Alhamdulillah, skills memasak saya pun bertambah. Jika dulu saya hanya suka mebuat kue atau makanan kecil. Kini saya belajar memasak lauk dan sayur sehari-hari. Jika dulu hanya bisa ceplok telur dan bikin sop. Kini saya bisa masak nasi uduk, semur, kering tempe, macam-macam tumis sayuran, sayur asem, sambel goreng, dan lain-lain. Hehehe... Jadinya, meski skills kedokteran saya tidak berkembang pesat, setidaknya skills memasak saya bertambah karena program magang ini. Jadinya nanti jika sudah berkumpul dengan suami, saya bisa memasak macam-macam masakan. Biar makin disayang.

Nah, sekarang mau bagi resep ni... Saya dah lama ngidam makan hati ayam. Akhirnya beberapa hari lalu saya beli hati ayam... Dan bikin semur hati ayam. Sayurnya sederhana saja, tumis sawi. Oya, sejak magang saya juga jadi suka makan sayur. Dulu saya gak terlalu suka sayur. Doyan sih, tapi gak harus tiap hari. Sekarang saya merasa makan sayur itu kebutuhan, supaya gak konstipasi. Maklum jauh dari rumah, lebih mudah stress dan lebih mudah konstipasi juga. Jadi harus dinetralisir dengan banyak makan sayur. Lagipula karena yang memasak sendiri dan dah merasakan mencari uang sendiri, rasanya kalo gak dihabisin mubazir... Hehehe...



Udah ah... kelamaan... Ini nih resepnya...

Semur Hati Ayam

Bahan:
5 buah hati ayam, cuci bersih
300 mL air
2 lembar daun salam
1 sendok teh merica bulat
4 buah bawang merah
3 siung bawang putih
1 sendok makan garam
2 sendok makan kecap manis
Penyedap rasa secukupnya

Cara membuat:

  1. Haluskan bawang merah, bawang putih, merica dan garam.
  2. Campur hati ayam dengan bumbu yang dihaluskan, remas-remas. Diamkan sebentar hingga bumbu meresap.
  3. Tuangkan air pada hati ayam, beri daun salam,  masak hingga mendidih. 
  4. Tambahkan penyedap rasa dan kecap manis. Masak hingga matang dan berwarna kecoklatan.



Tumis Sawi Hijau

Bahan:

1 ikat sawi hijau (bok coy), cuci, potong-potong
1 buah jagung manis, sisir
2 butir bawang merah, rajang halus
2 siung bawang putih, rajang halus
1 sendok teh merica bubuk
2 lembar daun salam
2 sendok makan ikan teri nasi (ini yang beli sama suami waktu di Madura, enak, katanya biasa diekspor)
1 sendok teh garam
1 sendok makan saus tiram
1 sendok makan petis tongkol (ini khas Madura, yang bawain ibu mertua. Rasanya gurih dan manis, gak kayak petis udang yang agak pahit. Biasa dipakai rujakan orang Madura. Kali ini coba saya buat bumbu masak, siapa tahu enak)

Cara Membuat:
  1. Tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum, masukkan ikan teri, tumis hingga wangi.
  2. Tuang air, tambahkan garam, daun salam, petis, merica, saus tiram.
  3. Masukkan jagung, masak sampai jagung setengah matang.
  4. Masukkan sawi hijau, masak hingga matang.



Jadi deh, lauk dan sayurnya... Hidangkan dengan nasi hangat. Memang sederhana, tapi cukup lezat dan hemat bagi anak kost. Hehehe... :9

Minggu, 16 September 2012

Untuk Apa Aku Menikah

Untuk apa aku menikah?

Aku bisa hidup mandiri. Aku punya pekerjaan. Bisa menghidupi diriku sendiri.

Aku bisa melakukan “pekerjaan lelaki” sendiri, memindahkan perabot, mengganti bohlam yang putus, mengecat dinding...

Siapa sih yang butuh lelaki? Makhluk kasar yang mau menang sendiri...

Cinta? Aku sudah mendapatkan banyak cinta, lebih dari cukup, dari keluarga dan sahabatku.

Anak? Kalau mau aku bisa mengadopsi satu atau lebih, banyak anak yatim yang butuh perhatian.

Pelindung? Cukuplah Allah sebaik-baiknya pelindung. Kenapa harus bergantung pada sesama makhluk yang lemah?

Sahabat? Sahabat lelaki tiap hari obrolannya sepakbola. Lebih asyik sahabat wanita, obrolannya lebih nyambung, bisa diajak belanja baju dan memasak bareng.

Seks? Ini memang kebutuhan. Tapi tak seperti lelaki yang menganggap itu utama, wanita bisa hidup tanpa itu.

Menikah hanya mengekang kebebasanku sebagai perempuan, membatasi cita-citaku. Memang istri yang shalihah dan taat pada suaminya dijanjikan surga. Namun bukan perkara mudah untuk taat pada makhluk bernama suami, apalagi bagi makhluk semi egois sekaligus semi feminis sepertiku.

Yah, itu dulu... Argumen-argumen tentang pernikahan yang kususun rinci untuk melindungi ego keperempuananku, saat aku belum menemukan lelaki yang tepat.

Sejak aku berjumpa dengan lelakiku, argumen-argumen itu runtuh. Lelaki yang memberi bukti, bukan janji saja. Lelaki yang selalu mendukungku dalam kebaikan. Mengingatkanku untuk tidak merisaukan hal-hal kecil. Lelakiku yang perhatian meski kadang dengan cara yang tak kupahami. Aku sudah dibuat jatuh cinta olehnya.

Apakah karena lelakiku sempurna? Tidak, dia tidak sempurna. Sama sepertiku yang juga tak sempurna. Dua makhluk tak sempurna bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Bersama berusaha menggapai ridho Nya.

Sekarang aku tahu untuk apa aku menikah. Hal-hal diatas memang bisa diperoleh atau ditoleransi tanpa harus menikah. Tapi, tanpa menikah, aku tak memiliki kesempatan untuk berusaha jadi istri shalihah. Aku tak tahu betapa luar biasanya menjadi seorang istri. Tanpa menikah, hidupku tak kan lengkap tanpa dia.

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan dia taat kepada suaminya, niscaya dia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki” (HR. Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Hurairah)

Jumat, 27 Juli 2012

Tentang Pernikahan

Menikah,, adalah cita-citaku sejak aku tahu tentang arti cinta... Hehehe... Alhamdulillah,, cita-citaku tersebut telah terwujud beberapa waktu lalu. Aku pun tak menyangka akan secepat ini. Eh, gak juga ding... Usiaku memang sudah saatnya untuk menikah. Namun dibandingkan teman-teman seangkatan kampus, aku termasuk kelompok yang lebih awal menikah. Maklum lah, kuliah di kedokteran kan sibuk, jadi mayoritas mahasiswa kedokteran memang memilih tidak menikah selama kuliah daripada keluarga tidak terurus.

Aku menikah saat menjalani tugas internship dokter. Konsekuensinya, hidup terpisah dengan suami pada 10 bulan pertama pernikahan karena suami bekerja di pulau yang terpisah. Tentu tetap ada komunikasi, dan rutin dikunjungi. Hubungan jarak jauh yang berat di ongkos. Namun semoga rizki kami selalu ditambah. Amiinn...

Aku menikah tanpa pacaran. Diawali dengan taaruf/perkenalan singkat. Namun tentu masih ada kejutan-kejutan setelah menikah. Sifat-sifatnya yang belum semuanya muncul saat taaruf. Kebiasaan-kebiasaannya. Disinilah asyiknya. Saat tahu hal-hal baik tentangnya yang sebelumnya belum kuketahui, kurasakan semakin mengagumi dan jatuh cinta berkali-kali padanya. Hal-hal kecil namun luar biasa yang sebelumnya sama sekali tak kuduga, rasanya aku jadi begitu beruntung bisa menikah dengannya. Saat tahu kekurangannya? Rasanya memang agak sebel, atau kadang aku ngambek. Hehe, konon ngambek itu senjata perempuan. Namun, sesebel-sebelnya dan semarah-marahnya, itu tak akan bertahan lama. Pasti cepat baikan lagi. Yah, kemudian teringat bahwa aku juga punya banyak kekurangan. Dan sadar, orang yang kunikahi juga manusia biasa. Jika bisa senang dengan kelebihan-kelebihannya, seharusnya juga bisa menerima kekurangannya.

Hidup terpisah memang bukan hal yang diinginkan pengantin baru. Pinginnya ya selalu bersama, kemana-mana berdua, dunia seakan milik berdua, yang lain ngontrak. Hehe. Namun ini harus dijalani, demi masa depan bersama. 

Sebenarnya aku juga pernah bilang sama suami, jika suami menginginkan aku tidak melanjutkan magang, aku pun akan taat. Namun suamiku tidak berkeinginan seperti itu. Dia laki-laki yang baik, mendukung istrinya selama dalam kebaikan. Sempat aku menyatakan, setelah menikah kok pinginnya cuma jadi dokter puskesmas aja ya, gak usah sekolah lagi, biar ada waktu buat keluarga. Namun suami bilang harus seperti rencana awal, biar ilmunya berkembang dan lebih bermanfaat. Ya, memang awalnya aku berencana melanjutkan spesialis meski tidak langsung setelah magang. Berkeluarga dulu, punya anak dulu, cari pengalaman klinis dulu. Karena menurut cerita beberapa residen yang kutemui saat koas, perempuan suka 'lupa' untuk berkeluarga jika sudah masuk residensi. Dan bukankah pekerjaan utama perempuan adalah melayani suami dan mendidik anak-anak? Aku tak ingin itu dinomorduakan hanya karena aku berprofesi sebagai dokter. Wanita berprofesi semulia apapun, secerdas apapun dia, setinggi apapun kedudukannya di kantor, jika tidak menjadi istri dan ibu yang baik, semuanya sia-sia.

Aku bukannya tidak suka dengan feminisme dan emansipasi. Dalam batas yang wajar, aku mendukungnya. Namun yang penting, yang utama jangan sampai lupa kodrat. Mungkin aku seperti ini karena role model, ibuku adalah istri dan ibu yang luar biasa. Beliau taat pada bapak dan menyayangi anak-anaknya. Pendidikan tinggi tak membuat ibuku enggan menjadi 'hanya' ibu rumah tangga. Ibu juga menanamkan pada anak gadis satu-satunya, bahwa setelah menikah, wanita harus ikut suami dan taat padanya selama masih dalam kebaikan. Karena surga seorang istri tergantung pada ketaatan pada suaminya. Ada hadistnya juga, yang intinya seorang muslimah jika shalat fardhu, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatan dirinya, dan taat pada suami, maka baginya dibebaskan masuk melalui pintu surga manapun. Simpel kan... Tak disebutkan bahwa wanita harus puasa sunnah terus, shalat berjamaah terus, shalat malam terus, atau berjihad di jalan Allah. Kuncinya adalah ketaatan. Tentu ketaatan yang berbingkai syariat. Jika suami melanggar perintah Allah, tentu kita tak boleh taat.

Beberapa teman ada yang berkomentar kok mau dibawa ke pulau tempat suamiku menetap. Seakan itu adalah hal yang langka di kalangan makhluk bernama wanita yang sempat mengenyam bangku kuliah kedokteran. Padahal menurutku itu adalah hal yang wajar. Menurut norma agama dan budaya, istri harus ikut kemana suami pergi. Dan aku tak ingin merasa lebih superior dari suamiku. Aku ingin jadi istri yang baik. Lagipula bukankah di pulau kecil justru ilmuku akan lebih bermanfaat? Dan sekali lagi, yang terpenting adalah bersama siapa bukan dimana... Hehehe...

Udah ah, puasa-puasa ngomongin pernikahan dan suami bikin galau aja. Kangennya.. Menghitung hari ni, tanggal 16 aku mudik lebaran ke Madura... Ketemu suami... Asik-asik... Hehehe...



Selasa, 26 Juni 2012

Saat Saat Mr.Right Datang

Karena sedang berbunga-bunga... Ingin posting tentang hal yang bernuansa merah jambu. Saya ingin berbagi pengalaman saat-saat Mr.Right datang. Barangkali semua wanita lajang sering bertanya. Seperti yang dulu sering saya tanyakan. Apakah dia orangnya? Bagaimana bisa tahu, dia adalah jodoh yang ditakdirkan bersama? Well, banyak versinya. Ini versi saya, karena saya tak melalui masa pacaran yang lama seperti umumnya anak muda jaman sekarang [ciee,, emang saya masih muda ya? Hahaha...]. Saya mengenal calon suami dalam proses yang terhitung sangat singkat, melalui perantara kakak kandung saya. Proses pertemuan pertama saya hingga khitbah (lamaran) hanya 2 minggu, dan dari khitbah hingga rencana tanggal pernikahan hanya sekitar 2 bulan. Mungkin ada yang bertanya, kok bisa? Itu belum kenal namanya, kok mau menerima lamarannya? Banyak pertimbangan. Tapi memang, dia adalah lelaki yang pertama kali berani melamar saya.

Sebelum calon suami saya, saya juga sempat menjalani proses usaha menuju pernikahan. Sungguh memang rasanya beda jika dibandingkan dengan proses dengan calon suami. Mungkin ada yang bilang karena jatuh cinta, tapi bukan itu pembedanya. Ya, saya akui saya memang jatuh cinta. Apakah itu salah? Apakah menikah dengan proses islami tanpa pacaran tak boleh jatuh cinta? Beberapa senior bilang bahwa itu tak boleh, dengan alasan tak ikhlas karena Allah, dan menikah adalah ibadah yang harus ikhlas tanpa dinodai nafsu. Tapi bukankah Ali dan Fatimah juga saling jatuh cinta? Well, menurut saya cinta itu fitrah. Tapi apakah kita tak boleh mencintai lawan jenis yang kelak mungkin menjadi pendamping hidup kita? Apakah salah mencintai lelaki karena ketaatannya pada Allah, karena fisiknya yang menarik, karena hartanya yang melimpah, maupun karena kedudukan yang terhormat? Menurut saya itu lebih baik daripada tidak bisa mencintai jika sudah menikah, dan melayani suami dengan terpaksa. Wallahu 'alam.

Ini tanda-tanda yang saya rasa saat menjalani proses dengannya, yang mungkin orang-orang bilang dengan kemantapan, tentu saja selalu disertai dengan istikharah berulang-ulang,
  • Saat pertama bertemu, ketenangan saya rasakan. Grogi jelas lah. Namun tak ada perasaan cemas apakah dia orang yang tepat atau bukan? Tak ada perasaan cemas bagaimana jika saya harus menolaknya sementara agamanya baik, misalnya... Sedangkan jika ada orang yang agama nya baik melamar, jika ditolak bisa terjadi fitnah. Hal-hal yang dulu saya cemaskan saat berproses untuk ke arah pernikahan, saat itu tidak saya rasakan. Adanya hanya jika memang dia jodoh saya, yang rasanya seperti mendapat anugerah besar, pasti nanti didekatkan. Sedang jika bukan, rasanya insya Allah ikhlas, dan pasti dijauhkan sendiri. Rasanya sumeleh, terserah Allah, sang pangeran itu mau buat saya atau tidak.
  • Dulu saya melist beberapa kriteria suami idaman, dengan harapan bisa jadi pertimbangan untuk mendapat jodoh yang saya sukai. Ternyata, saat sudah bertemu dengannya, kriteria-kriteria yang dulu prioritasnya cukup penting pun, tak jadi masalah lagi.
  • Terasa dukungan dari orang terdekat yang kita percaya untuk dimintai pertimbangan. Terutama pihak keluarga, juga sahabat-sahabat dekat serta guru ngaji. Setidaknya jika tidak mendukung, adanya netral, tidak menentang.
  • Ini penting, saat berproses dengannya, kualitas ibadah saya cenderung membaik. Memotivasi ke arah lebih baik, bukan malah jadi futur.
  • Mudah menangkal godaan. Orang bilang orang mau menikah ada saja godaannya. Ketemu mantan pacar lah, jatuh cinta lagi lah... Well, saya juga sempat mengalami meski tidak boleh diceritakan detailnya. Namun itu tidak saya ikuti karena saya tidak ingin melepas sesuatu yang hampir pasti untuk sesuatu yang belum pasti meskipun tampak menggoda.
  • Lagi, terasa banyak kemudahan di setiap prosesnya. Saat khitbah dan penentuan tanggal, dari pihak lelaki dan pihak wanita mengajukan tanggal berapa saja yang diinginkan untuk hari H. Ini bukan hitung-hitungan hari baik, karena kami berusaha meninggalkan hal-hal seperti itu dan tiap hari itu baik. Ini tentang kapan keluarga besar bisa berkumpul bersama. Dari tanggal yang diajukan itu, terdapat waktu yang beririsan jika dibuat diagram Venn nya [haha, saya masih ingat pelajaran SMP]. Maka kami mengambil jalan tengah itu tanpa banyak perdebatan.
  • Setelah khitbah pun masih ada kemudahan-kemudahan yang terasa. Kebetulan saya dapat tugas internship dokter di NTB, setelah diundi lagi, saya dapat di Mataram, di kotanya. Itu saya rasakan kini sebagai kemudahan karena kotanya nyaman. Meskipun dulu saya berharap bisa mendapat undian di Jawa, namun kini saya merasa bersyukur karena disini jauh lebih menyenangkan dibanding dapat di pulau Jawa namun pelosok. Mencari kontrakan pun mendapat kemudahan, saya dan teman-teman mendapat kontrakan yang nyaman dan relatif murah karena kami dibantu orangtua teman kami yang asli Mataram. 
  • Saat meminta izin absen untuk menikah, dari dokter pendamping di puskesmas, lagi-lagi saya dapat kemudahan. Saya sudah menjelaskan dengan jujur bagaimana kebijakan dari dinkes, dimana cuti menikah harus mengganti. Namun dokternya berbaik hati mengizinkan saya memampatkan jatah libur 12 hari setahun untuk dipakai sekaligus, ditambah bonus 4 hari dari beliau, dengan begitu saya mendapat waktu luang 16 hari kerja untuk pulang ke Jogja dan menikah, yang tidak usah mengganti di belakang. Meskipun saat pengarahan di dinkes jogja, dikatakan cuti menikah harus mengganti hari, namun ternyata pelaksanaannya tergantung di masing-masing wahana.
  • Entah ini kemudahan atau bukan, tapi setidaknya membuat saya lebih tenang. Belakangan saya tahu kalau di dekat kontrakan saya ada 2 klinik bersalin yang ada dr.SpOG wanita. Sehingga jika kelak kami cepat diberi rizki momongan dan harus hamil dan melahirkan disini, kalau mau kontrol dekat. Hehe, saya kerja di puskesmas dan nantinya di RS yang ada dr.SpOG juga sih, tapi kan saya cemas andai ada patologis dan dr.SpOGnya laki-laki sedangkan saya malu diperiksa laki-laki. Jika fisiologis, kenalan bidan saya pun banyak dan baik-baik pula... Saya lebih suka ditolong persalinan oleh bidan dibanding dr.SpOG tapi laki-laki. Haha, agak lebay juga sih. Belum juga nikah dah mikir kalau hamil gimana. Masalahnya saya jauh dari keluarga, dan kelak belum jadi satu dengan suami setelah menikah karena suami harus bekerja juga. Setelah internship baru saya ikut suami. Jadilah itu membuat saya agak lebay gini.
Yah, itu hal-hal yang saya rasakan hingga kini. Mungkin bisa diambil hikmah bagi yang sedang bingung mau melanjutkan proses atau tidak, mau menerima lamaran atau tidak. Meskipun yang namanya kemantapan itu sifatnya sangat personal dan tak bisa disamakan satu sama lain. Namun ada satu hal yang saya simpulkan, jika sudah benar-benar mantap, maka kita tak akan bingung dan bertanya-tanya lagi kemantapan itu yang seperti apa. Sebelumnya saya juga pernah berproses, dan memang dulu saya selalu  bertanya-tanya, yang orang-orang bilang kemantapan hati sebagai jawaban dari istikharah itu yang bagaimana. Namun setelah merasakan sendiri, ya... beginilah rasanya.

Kini tinggal menghitung hari. Besok saya pulang ke Jogja, hari Ahad insya Allah hari H nya. Debaran-debaran itu tentu terasa. Namun debaran yang membahagiakan, bukan kecemasan dan ketakutan seperti saat menanti pengumuman kelulusan UKDI. Hehe... Kini tinggal memperkuat doa, semoga Allah melancarkan dan memberkahi pernikahan kami. Karena bagaimanapun, manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, dan ujungnya segala sesuatu hanya akan terjadi atas izin dan takdir Allah.



Jumat, 13 April 2012

Tentang Cinta

Cinta... Akan indah bila dinyatakan pada waktunya... Jangan banyak mengobral kata cinta pada orang yang tidak berhak, Itu hanya akan hilang, suatu kesia-siaan, kalau tidak justru menyakitkan. Jika jatuh cinta, pendam dulu,, bila dia jodohmu, dia tak akan lari... Bila bukan, Allah akan mengganti dengan yang lebih baik menurut Nya. Jika sudah terbingkai pernikahan, baru cinta akan berkah. Insya Allah. Suami atau istri kita kelak adalah cinta sejati kita. Jodoh kita yang sudah tertulis di Lauhul Mahfuz jauh sebelum jiwa kita dihembuskan di rahim ibu kita. Jangan membuat suami atau istri kita menjadi yang ke sekian menerima kata-kata cinta kita. Yakinlah,, cinta... akan indah pada waktunya kelak...

Sabtu, 07 April 2012

Makaroni Skotel


Kemarin saya mencoba membuat makaroni skotel... Kebetulan ibu saya beli cukup banyak makaroni, dah direbus kok belum jadi dibikin sop, jadi saya minta deh buat makanan ini. Hehe... Resepnya saya dapat dari buku kumpulan resep yang saya beli sejak dulu kala, judulnya Aneka Snack [atau apa ya, judulnya lupa, habis beberapa halaman dan sampulnya sudah lepas-lepas dan hilang... hehe...]. Beberapa bahan saya tiadakan ato ganti dengan yang lain karena pas gak tersedia, dan saya cuma buat 2/3 resep karena telur tinggal 4 butir dan pagi-pagi malas beli... hehe...

Ini resepnya...

Bahan
200 g makaroni
½ buah bawang bombay, cincang halus
250 g daging sapi giling [saya ganti pake ayam...]
100 g jamur kancing [ga pake...]
200 g wortel, dipotong kotak kecil
100 g buncis, dipotong tebal ½ cm [ga pake...]
2 batang daun seledri, dicincang halus [saya pake daun bawang]
600 ml susu cair
6 butir telur, dikocok lepas
2 ¼ sendok teh garam
1 sendok teh merica bubuk
½ sendok teh pala bubuk
125 g keju cheddar, parut [ga pake...]

Bahan saus
2 sendok makan margarin
4 sendok makan tepung terigu
400 ml susu
100 g keju cheddar, parut (sisihkan sedikit untuk taburan) [ga pake]
¼ sendok teh garam
¼ sendok teh merica bubuk

Cara memasak
  1. Rebus makaroni sampai matang, sisihkan. 
  2. Tumis bawang bombay dan bawang putih hingga layu. Masukkan daging sambil diaduk hingga berubah warna. Tambahkan jamur, wortel, buncis dan seledri. Aduk rata. Setelah matang, angkat dan dinginkan. 
  3. Tuang susu, telur, garam, merica, pala dan daun seledri ke dalam tumisan. Aduk rata. Tambahkan keju, aduk lagi. Tuang ke dalam pinggan tahan panas yang dioles margarin. Oven selama 40 menit. 
  4. Buat saus, lelehkan margarin lalu masukkan tepung terigu sambil diaduk hingga menggumpal. Tuang susu dan keju sambil diaduk. Bumbui garam, merica, pala. Aduk rata. Setelah mendidih, angkat dan dinginkan.
  5. Tuang saus ke atas makaroni, taburi keju lalu oven lagi sampai matang.


Jadi juga... Sangat enak dihidangkan hangat-hangat dengan saos cabai :9

Selasa, 03 April 2012

Lelucon Dunia Persilatan: Episode Kakak Minggu dan Adik Minggu

Dari notes FB saya yang diupload tanggal 29 November 2010
 
Setting: stase bedah di luar kota
  • Kakak Minggu Puinter ketemu Adik Minggu Puinter
Kakak Minggu Puinter (KMP):  Hei,, adik minggu,, kau sudah follow up semua pasienmu??
Adik Minggu Puinter (AMP): Sudah kakak minggu,, semua pasienku sudah ku follow up. Bagaimana dengan pasien kakak?
KMP: O tentu saja sudah semua beres... Ada kasus menarik kagak??
AMP: Hmm... Pasienku ada satu kasus menarik kakak... Pasien carcinoma colon ascenden Duke D...
KMP: Apa bagian menariknya,, adik??
AMP: menariknya,, pasien ini baru berusia 16 tahun,, kakak... kan jarang gitu Ca colon semuda ini... dah metas jauh pula...
KMP: wah,, memang dik,, setelah seminggu di RSUD ini, kulihat memang ada kecenderungan pergeseran insidensi Ca colon ke arah usia muda,, dan gak tanggung-tanggung,, minggu lalu aku ketemu 5 pasien Ca colon usia 20 tahunan,, 2 pasien usia belasan tahun,, dan 8 pasien usia 30 tahunan... Kenapa bisa terjadi ya??
AMP: iya ya kak,,, apa karena faktor lingkungan,, tapi apa ya???
KMP: bisa,,, genetis pun mungkin bisa dik,, kalo di daerah ini ada kecenderungan poliposis familial??
AMP: gimana kalo besok kita diskusi sama residen tentang masalah ini?? Siapa tahu residennya bisa menjelaskan fenomena ini?
KMP: wah,, oke tu dik,, yaudah,, besok sebelum visite pagi kita tanya ke residen ya?? Kalo residennya gak tau, baru kita tanya konsulen...
[bersambung ke lelucon dunia persilatan: episode koass dan residen]
  • Kakak Minggu Puinter ketemu Adik Minggu Gebleg
Kakak Minggu Puinter (KMP): Eh,, adik minggu,, kau sudah follow up semua pasien kamu?
Adik Minggu Gebleg (AMG): Kalau kakak?
KMP: yee, ditanya kok balik nanya. Aku sudah beres dong,, kamu udah belum?? Kalo udah ayo kita diskusi...
AMG: eng... aduh kak,, aku belum follow up satu pun pasiennya... eng... bentar ya kak... *langsung ngacir masuk bangsal
KMP: gimana sih... ckckck...
5 menit kemudian...
AMG: sudah semua kakak... *wajah riang berseri
KMP: cepet amat??? Kamu pegang enam pasien juga kan? Ada kasus menarik gak?
AMG: hehe,,kan ada cara-cara kreatif follow up pasien kak... aku emang pegang enam pasien jugak... eng,,, kalo kasus menarik... bentar... pasienku tadi apa aja ya??? *buka-buka RM,, trus nulis-nulis hasil ‘follow up siluman’ tadi...
KMP: ampun deh,, pasien sendiri gak apal,, kamu periksa beneran gak sih??
AMG: bener donk kak,, tapi aku PF [pemeriksaan fisik] pandang aja,, kayak para konsulen kita itu lho... sepertinya semua pasienku stabil... eh,, ini ada kasus menarik kak... DHF...
KMP: Lho lho lho... kamu follow up pasien DHF segala?? Kamu ini kan koass bedah,, ngapain juga follow up pasien interna?? Gimana sih kamu...
AMG: oh,, aduh iya,, aku salah ya kak... ternyata jatah pasienku yang C2 di Edelwais, bukan Melati. He... Bentar... Em... C2 Edelwais adalah pasien BPH ternyata...
KMP: ckckck... makanya jangan asal... PF pandang,, dah gaya kayak konsulen aja... dah sana periksa yang bener,, di RT ya dik... entar hasilnya laporkan ke aku *KMP menjelma residen DST [daya suruh tinggi], et causa gemes abis...
AMG: ya udah kak... ku RT dulu... *ngacir...
3 menit kemudian...
AMG: kakak... aduh... *mengacungkan jarinya yang  belepotan feses
KMP: astaga,, adik... kamu RT gak pake hand scoon?? Kamu g#bleg amat sih... sana cuci tangan dulu,, jangan dekat-dekat aku... ckckck... malu aku... untung cuma seminggu aku bareng kamu disini...
  • Kakak Minggu Gebleg ketemu Adik Minggu Puinter
Kakak Minggu Gebleg (KMG): yuk dik,, kita jadwal jaga UGD kan, sekarang...
Adik Minggu Puinter (AMP): oke kakak...
Jalan berdua ke UGD... Di UGD...
KMG: wah,, kok sepi ya... moga moga aman sentosa,, gak banyak kasus...
AMP: ya kakak,, kok doanya gitu,, moga moga kita dapat banyak hecting lah... gimana sih...
KMG: kamu ndoain banyak kecelakaan hari ini??
AMP: hehe...
Ambulans meraung-raung...
KMG: waduh,, kasus tuh kayaknya... kamu pengen hecting kan dik,, kamu aja deh,, aku dah sepet nih...
AMP: yup,, semangat... asistenin aku ya kak...
Setelah anamnesis pasien singkat yang ternyata adalah kasus vulnus scissum di dorsal antebrachium et causa pertahanan diri dari bacokan teman sendiri,, mulailah AMP siap-siap menjahit luka yang dalamnya sampai subkutis tersebut... Cuci tangan,, pake hand scoon steril...
AMP: kak,, aku tolong grojogin NaCl donk...
KMG: Oke...
AMP: Aduh kakak gebl#g,, yang digrojog luka pasien dong... jangan kepalaku...
KMG: wah,, sori sori... kirain kamu kepanasen,, jadi minta digrojog NaCl biar adem...
AMP: aduh,, singkong diragiin... tape deh... udah lah,, aku minta tolong asistenin sama pak perawat aja.. punya kakak minggu kok gebl#g amat. Tolong panggilin pak perawat, kak...
KMG: wah ya udah dek... kerjain aja sama perawatnya,, aku stase kantin dulu ya... Dagh...
AMP: %(*(%#*&)(#!!!
  • Kakak Minggu Gebleg ketemu Adik Minggu Gebleg
Kakak Minggu Gebleg (KMG): Dik,, ke OK gak, ya???
Adik Minggu Gebleg (AMG): Aduh,, aku males banget nih ke OK... Kakak gimana?
KMG: Aku juga males banget sih...
AMG: Disini kalo ke OK bisa dapat hecting gak, kak? Trus kalo gak ke OK kita dicariin residennya gak sih??
KMG: wah,, gak tau juga dik dikasih hecting gak... Seminggu kemarin aku gak pernah masuk OK,, males... Tapi residennya gak nyari-nyari juga tuh,, aku kan cowok,, mungkin residennya malah seneng tu aku gak ikut... Tapi kalo kamu... Hmmm... kamu kan cewek,, pasti residennya nyari-nyari kamu kalo gak ke OK... Gimana kalo kamu aja yang masuk OK? Kemungkinan kalo cewek boleh jadi operator laparotomi tu dik, gak cuma ngasistenin... *lebay mode: on
AMG: ih kakak labayatuun, gak mungkin dong jadi operator laparotomi... ya ampun kakak,, seminggu disini belum pernah masuk OK?? Keren banget... wah,, gak mau ah kalo aku sendirian... lagian aku males juga masuk OK... Udahlah,, yuk kita maen aja... saatnya jadi AGP [anak gaul purwokerto]...
KMG: wuizz,, keren kamu dik... hari kedua disini dah berani kabur OK,, kayak aku dulu... Ya udah yuk kita cari es duren aja...
*maka bersemilah bibit cinta nosokomial antara kakak minggu dan adik minggu yang sama sama gebleg dan tukang kabur... disiram dengan manisnya es duren,, bibit itu tumbuh semakin subur...
[bersambung ke lelucon dunia persilatan: episode cinta nosokomial]

CERITA INI HANYALAH FIKTIF DAN DIBUAT UNTUK HIBURAN BELAKA,, JIKA ADA KESAMAAN DALAM NAMA MAUPUN ALUR KEJADIAN,, MAKA HAL ITU SEMATA MATA MERUPAKAN KEBETULAN YANG TAK SENGAJA...

Fakta Dunia Rumah Sakit #1
Nama ruang di berbagai Rumah Sakit diambil dari nama nama bunga/tanaman seperti Mawar, Melati, Anggrek, Dahlia, Tulip, Flamboyan, Cendana, Bugenvil, dll.
Kenapa ya, tidak diberi nama hewan saja? Jadinya ada koass yang bilang, “Bentar, aku mau follow up pasien dulu di Gajah”. Atau keluarga pasien nanya, “Sus, saya mau nengok Bu Ratih di Singa. Dimana ya itu?”

Membaca ini rasanya jadi pingin koass lagi...