Minggu, 16 September 2012

Untuk Apa Aku Menikah

Untuk apa aku menikah?

Aku bisa hidup mandiri. Aku punya pekerjaan. Bisa menghidupi diriku sendiri.

Aku bisa melakukan “pekerjaan lelaki” sendiri, memindahkan perabot, mengganti bohlam yang putus, mengecat dinding...

Siapa sih yang butuh lelaki? Makhluk kasar yang mau menang sendiri...

Cinta? Aku sudah mendapatkan banyak cinta, lebih dari cukup, dari keluarga dan sahabatku.

Anak? Kalau mau aku bisa mengadopsi satu atau lebih, banyak anak yatim yang butuh perhatian.

Pelindung? Cukuplah Allah sebaik-baiknya pelindung. Kenapa harus bergantung pada sesama makhluk yang lemah?

Sahabat? Sahabat lelaki tiap hari obrolannya sepakbola. Lebih asyik sahabat wanita, obrolannya lebih nyambung, bisa diajak belanja baju dan memasak bareng.

Seks? Ini memang kebutuhan. Tapi tak seperti lelaki yang menganggap itu utama, wanita bisa hidup tanpa itu.

Menikah hanya mengekang kebebasanku sebagai perempuan, membatasi cita-citaku. Memang istri yang shalihah dan taat pada suaminya dijanjikan surga. Namun bukan perkara mudah untuk taat pada makhluk bernama suami, apalagi bagi makhluk semi egois sekaligus semi feminis sepertiku.

Yah, itu dulu... Argumen-argumen tentang pernikahan yang kususun rinci untuk melindungi ego keperempuananku, saat aku belum menemukan lelaki yang tepat.

Sejak aku berjumpa dengan lelakiku, argumen-argumen itu runtuh. Lelaki yang memberi bukti, bukan janji saja. Lelaki yang selalu mendukungku dalam kebaikan. Mengingatkanku untuk tidak merisaukan hal-hal kecil. Lelakiku yang perhatian meski kadang dengan cara yang tak kupahami. Aku sudah dibuat jatuh cinta olehnya.

Apakah karena lelakiku sempurna? Tidak, dia tidak sempurna. Sama sepertiku yang juga tak sempurna. Dua makhluk tak sempurna bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Bersama berusaha menggapai ridho Nya.

Sekarang aku tahu untuk apa aku menikah. Hal-hal diatas memang bisa diperoleh atau ditoleransi tanpa harus menikah. Tapi, tanpa menikah, aku tak memiliki kesempatan untuk berusaha jadi istri shalihah. Aku tak tahu betapa luar biasanya menjadi seorang istri. Tanpa menikah, hidupku tak kan lengkap tanpa dia.

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan dia taat kepada suaminya, niscaya dia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki” (HR. Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Hurairah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar